MANUSIA
DAN KEADILAN
A. PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu
banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau
benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah
ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang
sama kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak
sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan
dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada
keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain,
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya
dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dan kekayaan bersama.
Sebagai
contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa
meningkatkan hasil kerjanya tentu cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula,
seorang majikan yang terus menerus menggunakan tenaga orang lain, tanpa
memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraannya, perbuatan itu menjurus kepada
sifat memperbudak orang atau pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh
keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah, sudah tentu kita harus
berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita
harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.
B. KEADILAN SOSIAL
Dalam
dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip
kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara.Selanjutnya prinsip itu
dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.
Dari usul da penjelasan itu nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan
dan keadilan. Bung Hatta dalam urainnya mengenai sila “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan sosial adalah
langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adildan makmur”.
Selanjutnya diuraikan bahwa pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 1945 percaya
bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran
yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara
terperinci.
Panitia ad-hoc majelis
permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut :
“ Sila
keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan
kebudayaan”.
Dalam
ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan
Pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
“Dengan sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak
dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia”.
• Selanjutnya untuk mewujudkan
keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap
suka bekerja keras
4. Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan bersama.
• Asas yang
menuju dan terciptannya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui tiga jalur yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan,
sandang dan perumahan.
2.
Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4.
Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpatisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum wanita
7.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh
keadilan
Keadilan dan
ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab
itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak
hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti novel, drama, puisi,
musik dan lain – lain.
C. BERBAGAI MACAM KEADILAN
1. Keadilan legal atau keadilan
moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakkan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (The man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral sedang Sunoto menyebutnya keadilan legal.
2. Keadilan distributive
Aristoteles berpendapat bahwa
keadilan akan terlaksana bila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan
yang tidak sama secara tidak sama (Justice is done when equals are treated
equally). Pendapat Aristoteles ini disebut keadilan distributive.
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian
keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang menjadikan ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan
merusak bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
D. KEJUJURAN
Kejujuran
atau jujur berarti apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada dan
tidak melebih-lebihkan atau mengurang-ngurangi fakta yang ada atau kejadian
yang ada atau dialami. Kejujuran termasuk perbuatan yang terpuji. Jujur juga
berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa
apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti
juga menepati janji melalui kata-kata atau pun yang masih terkandung dalam hati
nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang
yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah
terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan
oleh orang lain.
E.
KECURANGAN
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya
hidup menderita.
Ada
bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia
dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan,
aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan
secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau
norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa
tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma
tersebut dan jadilah kecurangan.
F.
PEMULIHAN
NAMA BAIK
Nama baik
merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela.
Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika
Ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitamya adalah suatu kebanggaan
batin yang tak temilai harganya. Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih
mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu.
Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap
orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu!” Dengan
menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang
tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua
yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa
yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak
baik!”.
Dengan
melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya
sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga. Penjagaan nama baik erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik
atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan
tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan
santun, disiplin pnbadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang
dihalalkan agama dan lain sebagainya.
G.
PEMBALASAN
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.
Dalam bergaul
manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia
berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada
hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban
manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya
dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan
kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Sumber : Ilmu Budaya Dasar oleh Widyo Nugroho dan Achmad Muchji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar