Sabtu, 18 Oktober 2014

Ilmu Budaya Dasar : Manusia dan Harapan


Manusia dan Harapan

A.    Pengertian Harapan
     Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tidak memiliki harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Bahkan orang yang sudah meninggal pun mempunyai harapan berupa pesan kepada ahli warisnya.

     Harapan berasal dari kata harap yang artinya keinginan akan sesuatu, sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Harapan tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan bergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan tersebut.

     Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud diperlukan usaha yang sungguh-sungguh. Manusia wjib berdoa diiringi dengan usaha karena usaha dan doa merupakan saran terkabulnya suatu harapan.

B.    Apa Sebab Manusia Mempunyai Harapan?
     Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial. Setiap lahir ke dunia manusia disambut dalam suatu pergaulan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat lainnya. Ada dua hal yang mendorong orang untuk bergaul dengan orang lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.

     Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah ada dalam diri manusia sejak manusia diciptakan oleh Tuhan. Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, gembira dan lain sebagainya. 

     Dorongan kebutuhan hidup pada garis besarnya dibedakan dalam kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut manusia saling bekerja sama dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan fisik atau jasmani maupun cara berpikir seorang manusia sehingga antar manusia saling membutuhkan sesamanya.

C.    Kepercayaan
     Kepercayaan berasal dari kata percaya yang artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran.

Kita pasti sering mendengar ucapan-ucapan seperti :
- Saya tidak percaya dia bisa melakukan hal seperti itu.
- Bagaimana bisa kejadian itu bisa terjadi, saya tidak percaya.
-Kita harus pecaya pada ajaran yang tercantum dalam Al-Qur’an.

     Dengan contoh diatas maka jelaslah bila dasar suatu kepercayaan itu adalah kebenaran.

     Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap sebagai wahyu yang diberikan oleh Tuhan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada manusia. Kepercayaan dalam agama merupakan keyakinan yang paling besar.

     Kebenaran sangat penting bagi manusia. Dalam bertingkah laku manusia selalu berhati-hati agar tidak menyimpang dari kebenaran. Manusia sadar bahwa ketidakbenaran dalam bertindak dapat mencemarkan atau menjatuhkan namanya. Karena itu wajarlah bila ketidak benaran dapat berakibat kegelisahan, ketidakpastian, dan kedukaan.

     Dalam ajaran agama Budha ada ajaran yang  dinamakan”Jalan Utama Delapan Orang” yang berisi, agar setiap pemeluknya memiliki pandangan yang benar, perbuatan yang benar, mata pencaharian yang benar, perhatian yang benar, dan konsentrasi yang benar.

     Tujuan ajaran itu agar pemeluknya tidak mengalami duka, kegelisahan, dan ketidak pastian. Ajaran kebenaran itu juga dapat kita temui dalam ajaran agama-agama lain.

     Jadi bisa kita simpulkan bahwa kebenaran atau benar merupakan kunci kebahagiaan manusia. Itulah sebabnya manusia selalu berusaha dalam mencari, mempertahankan, dan memperjuangkan kebenaran.

D.    Berbagai Kepercayaan dan Usaha Meningkatkannya
     Dasar kepercayaan adalah kebenaran dan sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan dibedakan dalam :
1.      Kepercayaan pada diri sendiri.
     Kepercayaan pada diri sendiri sudah ditanamnkan dalam pribadi setiap manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakekatnya percaya kepada Tuhan. Percaya pada diri sendiri menganggap dirinya tidak salah dan dirinya mampu mengerjakan apa yang diserahkan atau dipercayakan padanya.

2.      Kepercayaan kepada orang lain.
     Percaya kepada orang lain dapat berupa percaya pada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Keprcayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap hatinya. Ada ucapan yang berbunyi “orang itu dipercaya karena ucapannya”. Misalnya orang yang berjanji sesuatu harus ditepati, meskipun janji itu tidak didengar orang lain.

3.      Kepercayaan kepada pemerintah.
     Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof. Ir. Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memimpin dan memerintah umat manusia atau Tuhanlah yang memiliki kedaulatan sejati. Karena semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan.
     Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah negara dan rakyat menjelma menjadi negara. Satu-satunya realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang individu tidak akan berarti. Satu-satunya yang mempunyai hak ialah negara. Manusia perorangan tidak mempunyai hak dan hanya mempunyai kewajiban. Karena itu wajarlah bila manusia sebagai warga negara percaya kepada negara/pemerintah.

4.      Kepercayaan kepada Tuhan.
     Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa amtlah penting, karena manusia diciptakan oleh-Nya. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya bila umatnya sendiri tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya.
     Oleh karena itu jika manusia hendak meminta pertolongan dari Tuhannya, maka haruslah manusia percaya kepada Tuhannya. Sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan akan adanya zat yang maha tingggi yang menciptakan alam semesta merupakan kewajiban tiap-tiap umat beragama untuk mempercayai-Nya.

     Berbagai usaha yang dilakukan manusia untuk meningkatkan rasa percaya kepada Tuhannya anatara lain :
a.       Meningkatkan ketaqwaannya dengan cara ibadah.
b.      Meningkatkan pengabdiannya kepada masyarakat.
c.       Meningkatkan kecintaan kepada sesama manusia dengan cara menolong sesamanya.
d.      Mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan.
e.       Menekan perasaan Negatif seperti iri, dengki, dan sebagainya.

Sumber :  Ilmu Budaya Dasar oleh Widyo Nugroho dan Achmad Muchji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar